Jampidum Terima Kunjungan Kedubes Belanda Bahas Implementasi KUHP

0
70
Jampidum

Jakarta | Bareskrimtv.net : Jampidum Asep Mulyana, menerima kunjungan rombongan Kedubes Belanda, dan sekaligus diskusi membahas implementasi KUHP dan Inovasi Pidana Alternatif.

Diskusi dalam rangka memperkuat kerja sama antara Indonesia dan Belanda khususnya dalam penerapan pidana alternatif tersebut, diharapkan dapat memberikan manfaat lebih luas bagi sistem peradilan pidana di Indonesia.

Diskusi ini berlangsung di Kejagung Jakarta pada Kamis (20/03/2025), selain dihadiri oleh Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan RI, Prof Dr Asep Nana Mulyana SH MHum, dan sejumlah pejabat di lingkungan Kejagung, juga rombongan Kedubes Belanda yakni, Eric Bezem, Vice Minister for Punishment and Protection, Ministry of Justice and Security Netherlands
Johan Bac, Director General of Dutch Probation, Reclassering Nederland
Jochum Wilderman, Director of International Department, Reclassering Nederland Mark Hengsten, dan First Secretary-Political Affairs, Dutch Embassy, Sinta Suryani, Policy Advisor-Political Affairs, Dutch Embassy.

Pada pertemuan itu dibahas juga bagaimana upaya memperkuat kerja sama di bidang hukum, khususnya terkait dengan penerapan pidana alternatif dalam sistem peradilan pidana.

Salah satu inovasi yang diusung adalah penerapan pidana alternatif, seperti kerja sosial,untuk mengurangi ketergantungan pada pidana penjara.

Jampidum dalam sambutannya, menyoroti penerapan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Baru yang telah disahkan melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 dan akan mulai berlaku efektif pada tahun 2026

KUHP Baru ini mengusung semangat penegakan hukum yang lebih humanis dengan mengedepankan prinsip restoratif, korektif, dan rehabilitatif, guna mengatasi permasalahan over kapasitas di lembaga pemasyarakatan (Lapas).

Salah satu inovasi yang diusung adalah penerapan pidana alternatif, seperti kerja sosial, untuk mengurangi ketergantungan pada pidana penjara.

Untuk mendukung implementasi KUHP baru, Kejaksaan telah memiliki beberapa instrumen kebijakan, antara lain:

Peraturan Jaksa Agung (Perja) Nomor 15 Tahun 2020, yang mengatur Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif (Restorative Justice/RJ).

Peraturan ini bertujuan untuk mengurangi over-crowding Lapas dan memberikan solusi hukum yang lebih berorientasi pada pemulihan korban dan pelaku.

Pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021, yang mengatur penyelesaian perkara penyalahgunaan narkotika melalui rehabilitasi dengan pendekatan keadilan restoratif.

Pedoman ini bertujuan memberikan acuan bagi penuntut umum dalam menyelesaikan perkara penyalahgunaan narkotika dengan pendekatan keadilan restoratif, serta mengoptimalkan penyelesaian perkara melalui rehabilitasi.

Dalam diskusi yang berlangsung, JAM-Pidum menekankan bahwa kerja sosial sebagai pidana alternatif akan menjadi solusi efektif dalam rehabilitasi dan reintegrasi sosial pelaku kejahatan ringan.

Hukuman ini dirancang agar lebih bermanfaat bagi masyarakat tanpa harus memperparah kondisi Lapas yang sudah melebihi kapasitas.

Kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum memiliki peran strategis dalam implementasi KUHP baru ini.

“Kejaksaan berkomitmen untuk memastikan bahwa kebijakan pidana alternatif, termasuk kerja sosial, dapat diterapkan secara efektif, adil, dan sesuai dengan tujuan pemasyarakatan yang humanis serta berorientasi pada rehabilitasi,” ujar JAM-Pidum.

Menjelang berlakunya KUHP Baru, Bidang Pidum memberikan pemahamam pada seluruh Jaksa dalam menerapkan pidana sosial yang disesuaikan dengan latar belakang pelaku.

Dalam KUHP baru pidana kerja sosial dilaksanakan paling singkat 8 (delapan) jam dalam 1 (satu) hari dan dapat diangsur dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan dengan memperhatikan kegiatan terpidana dalam mencari nafkah atau kegiatan bermanfaat lainnya.

Dari pihak Kedutaan Besar Belanda, Mr. Eric Bezem menyampaikan bahwa Belanda telah menerapkan sistem pidana kerja sosial dengan berbagai pengalaman dan praktik terbaik.

Di Belanda, 80% vonis kerja sosial dijatuhkan oleh Hakim dan 20% oleh Jaksa, dengan maksimum 120 jam dan rencana perpanjangan hingga 300 jam.

Pelaksanaan pidana kerja sosial ini dilakukan dengan kerja sama berbagai pihak, seperti tempat ibadah, panti jompo, dan pemerintah kota.

Diskusi ini diharapkan dapat memperkuat kerja sama antara kedua negara dalam penerapan pidana alternatif, sehingga memberikan manfaat lebih luas bagi sistem peradilan pidana di Indonesia.

Pertemuan ini diakhiri dengan sesi foto bersama dan pertukaran plakat antara kedua belah pihak.

(@Red.)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini